Yayasan Sabilillah, sebuah organisasi sosial beranggotakan mayoritas kader Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, menggelar seminar polemik rokok konvensional dengan tema sosialisasi rekomendasi NU tentang produk tembakau alternatif.
Pengurus Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR), Ariyo Bimmo yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut menyampaikan bahwa sebenarnya seharusnya regulasi tembakau konvensional (rokok) dengan tembakau alternatif (vape atau vaporizer) perlu dibedakan karena selama ini “menumpang”. Menurut Ariyo, produk tembakau alternatif merupakan kemajuan teknologi yang bisa mengurangi dampak akibat merokok.
“Sisi negatif merokok itu sebenarnya ada zat yang sangat berbahaya di dalam rokok itu, namanya Tar. Sedangkan di dalam produk tembakau alternatif itu tidak ditemukan Tar, sehingga dari sisi kesehatan tentunya akan lebih baik,” tutur Ariyo.
Ariyo mengatakan, diskusi ini berusaha menghadirkan regulasi sendiri tentang tembakau alternatif karena selama ini menumpang pada rokok. Padahal, vape risikonya lebih rendah dibandingkan risiko dari rokok yang lebih tinggi.
Halimi dari Forum Musyawarah Pondok Pesantren Jawa dan Madura (FMPP) menambahkan bahwa pihaknya juga telah melakukan pertemuan secara intens membahas mengenai masalah ini. Halimi berpendapat bahwa selama ini informasi yang tersedia tentang risiko produk tembakau alternatif masih simpang siur, ada yang mengatakan tetap beresiko dan ada yang mengatakan risikonya lebih rendah.
Oleh karena itu, Halimi mendorong adanya regulasi khusus tentang produk tembakau alternatif. Hal ini agar peredarannya bisa lebih diawasi dan agar bisa diproduksi secara lebih massal serta mengantisipasi harga produk vaping yang selama ini dikeluhkan oleh masyarakat dikarenakan harga cukai yang cukup tinggi.
(via: Liputan 6)
Comments