Tingkat Vaping di Kalangan Remaja Amerika Serikat Alami Penurunan Signifikan

By Vapemagz | Lifestyle | Senin, 14 September 2020

Laporan pemerintah federal Amerika Serikat mencatat penurunan tingkat vaping di kalangan remaja AS secara signifikan, terutama di kalangan siswa sekolah menengah. Para ahli menilai wabah penyakit terkait vaping tahun lalu (EVALI) yang menyebabkan kematian turut membuat takut beberapa anak untuk menggunakan produk.

Para ahli juga menilai terdapat faktor-faktor lain berkontribusi pada penurunan tersebut, seperti batas usia yang lebih tinggi (dari 18 tahun menjadi 21 tahun) serta larangan rasa.

Dalam survei nasional National Youth Tobacco Survey 2020 yang dikelola oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC), hanya 19,6 persen siswa kelas menengah yang dilaporkan menggunakan rokok elektrik setidaknya sekali dalam 30 hari sebelumnya. Angka ini menurun drastis dari 27,5 persen pada 2019.

Sementara jumlah pengguna baru adalah sebesar 5 persen, turun dari angka tahun sebelumnya sebesar 11 persen. Survei tersebut menunjukkan bahwa jumlah anak sekolah yang menggunakan vape turun 1,8 juta dalam setahun, dari 5,4 juta menjadi 3,6 juta.

Walau begitu, laporan tersebut menunjukkan peningkatan besar dalam penggunaan rokok elektrik sekali pakai. Pada tahun 2020, sebanyak 26,5 persen pengguna rokok elektronik pada siswa sekolah menengah mengatakan mereka telah menggunakan produk sekali pakai selama 30 hari terakhir. Angka ini meningkat dari 2,4 persen pada tahun sebelumnya.

CDC menyebut 8 dari 10 pengguna remaja mengatakan bahwa mereka menggunakan vape rokok elektrik rasa buah dan mint. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration atau FDA) awal tahun ini telah melarang pod rasa dari perangkat seperti JUUL, tetapi kebijakan tersebut tidak berlaku untuk rokok elektrik sekali pakai yang masih mengandung rasa seperti manisan dan permen.

“Selama rokok elektrik beraroma ada di pasaran, anak-anak akan mendapatkannya dan kita tidak akan menyelesaikan krisis ini,” kata Matt Myers dari Campaign for Tobacco Free Kids dalam sebuah pernyataan.

AFP
Iklan salah satu produk vaping di Los Angeles, California.

Sekadar informasi, survei nasional ini dilakukan di sekolah setiap tahun oleh CDC dan biasanya melibatkan sekitar 20.000 siswa sekolah menengah dan atas. Survei ini menanyakan siswa apakah mereka telah menggunakan vaping atau produk tembakau tradisional selama 30 hari terakhir.

Survei itu sempat tertunga tahun ini karena sekolah-sekolah tutup akibat pandemi virus korona (COVID-19). Pejabat kesehatan federal percaya langkah-langkah seperti kampanye media kesehatan masyarakat, kenaikan harga dan pembatasan penjualan layak mendapat kredit atas keberhasil penurunan angka vaping.

Tetapi mereka juga mengakui wabah EVALI juga mungkin berperan. Brian King dari CDC mengatakan penjualan vaping mulai turun pada Agustus 2019, ketika liputan media nasional tentang wabah tersebut meningkat. “Ada kemungkinan bahwa beberapa kesadaran yang meningkat dapat memengaruhi penurunan penggunaan,” kata King.

Pada saat wabah mereda awal tahun ini, lebih dari 2.800 penyakit dan 68 kematian telah dilaporkan. Kebanyakan dari mereka yang sakit mengatakan bahwa mereka menggunakan likuid yang mengandung THC, senyawa dalam ganja dengan kadar yang tinggi.

Pejabat CDC secara bertahap memfokuskan penyelidikan mereka pada kartrid THC pasar gelap dan pada senyawa kimia yang disebut vitamin E asetat yang telah ditambahkan ke likuid vaping THC ilegal. Kenneth Warner, seorang profesor emeritus di sekolah kesehatan masyarakat Universitas Michigan, mengatakan penurunan vaping remaja lebih besar dari yang diharapkan.

“Ini terlihat seperti penurunan yang sangat besar dalam satu tahun dan sangat menggembirakan,” kata Warner. Dirinya mencatat publisitas negatif seputar vaping turut andil dalam penurunan ini.

(Via NYPost, FDA)

Comments

Comments are closed.