Studi yang dilakukan oleh Action for Smokefree 2025 dan University of Auckland menemukan fakta yang membantah bahwa telah terjadi epidemi vaping di kalangan anak muda. Studi yang juga didanai oleh Kementerian Kesehatan itu juga menemukan vape bukanlah gerbang masuk untuk penggunaan produk tembakau.
Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal ilmiah The Lancet Public Health, peneliti mensurvei sekitar 30.000 siswa Kelas 10 (usia 14 hingga 15) dan mempelajari kebiasaan menggunakan rokok elektrik atau vape. Ditemukan bahwa pada tahun 2019, hanya 3,1 persen siswa Kelas 10 yang mengunakan vape setiap hari.
Sebanyak 37,3 persen responden mengaku pernah mencoba rokok elektrik (termasuk meskipun hanya sekali isapan). Angka ini naik dari hasil survei 2014 sebesar 20,8 persen. Sebanyak 95 persen siswa yang perokok yang merokok setiap hari telah menggunakan vape. Sementara hanya 25 persen dari mereka yang tidak pernah merokok sama sekali telah menggunakan vape.
Hanya 0,8 persen responden yang belum pernah merokok kini menggunakan vape setiap hari. Hal ini membantah anggapan bahwa rokok elektrik adalah gerbang baru menuju kecanduan produk tembakau.
Natalie Walker, penulis utama laporan yang juga merupakan Wakil Professor dari University of Auckland mengatakan temuan ini sejalan dengan survei lain mengenai masalah vaping di kalangan kaum muda.
“Temuan kami konsisten dengan survei nasional lainnya. Kami menolak gagasan epidemi vaping di kalangan pemuda di Aotearoa Selandia Baru,” kata Dr Walker.

123RF via RNZ
Studi Selandia Baru membantah telah terjadinya epidemi vaping di kalangan remaja. (ZAL-700)
“Yang paling penting survei kami melihat penggunaan sehari-hari yang merupakan indikator yang jauh lebih dapat diandalkan untuk mengukur kecanduan pada vaping, daripada penggunaan mingguan atau bulanan. Meskipun ada peningkatan dalam siswa yang pernah mencoba vape, tapi data membuktikan penggunaan vape di kalangan remaja secara sehari-hari tetap rendah. Terutama di kalangan non-perokok,” tambahnya.
Dr Walker mengatakan bahwa rokok elektrik sebenarnya dapat menggantikan kebiasaan merokok bagi kaum muda. Rokok elektrik justru mengurangi risiko dari rokok konvensional dan mendukung kaum muda yang merokok untuk berhenti.
Ketua Action for Smokefree 2025, Profesor Emeritus Robert Beaglehole mengatakan temuan itu menunjukkan vaping di kalangan kaum muda tetap rendah. Kalaupun ada kenaikan, penggunaan vape lebih banyak di kalangan para pelajar yang memang pernah merokok. Untuk itu perlu pengawasan pemerintah.
“Asap rokok-lah yang membunuh. Sementara vaping tanpa asap jauh kurang berbahaya (less harmful) ketimbang rokok. Mendorong perokok yang ada untuk beralih ke vaping dapat memiliki manfaat kesehatan yang substansial,” katanya.
“Tentu saja, kami tidak ingin non-perokok terutama kaum muda untuk mencoba vaping. Jika kita mendasarkan peraturan vape pada ketakutan yang tidak didukung fakta dari epidemi remaja, kita menghadapi risiko yang sangat nyata dan menyebabkan lebih banyak bahaya. Karena kita menolak alternatif yang jauh lebih aman dari rokok,” ujar Robert.
“Kami membutuhkan regulasi vaping yang masuk akal, yang mendorong dan memungkinkan perokok untuk beralih ke vape. Regulasi itu juga diperlukan guna mencegah mereka yang tidak pernah merokok untuk menggunakan vape,” tambahnya.
(Via RNZ)
Comments