Sudah dua tahun peredaran vape legal di Indonesia. Hal ini seiring dengan diakuinya liquid vape yang tergolong sebagai hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, dimana HPTL dikenakan tarif cukai maksimal yakni sebesar 57 persen.
Global Head Of External Affairs & Indonesia GM at RELX Technology Jonathan N menghormati aturan rokok elektrik yang ditetapkan pemerintah. Aturan cukai ini dinilai tidak akan memberatkan dari sisi penentuan harga maupun penjualan.
“Cukai pada vape itu karena negara memang memberlakukan. Kita juga melihat kebijakan pemerintah menerapkan cukai perlu diapresasi dan kita menghormati kebijakan itu. Di sisi lain kita sudah menyesuaikan harga dan produksi kita dengan penetapan cukai rokok ini,” ujar Jonathan.
Dia melanjutkan saat ini penjualan untuk vape cukup besar saat pandemi virus COVID-19. Pasalnya, keterbatasan beraktivitas dirumah membuat beberapa konsumen untuk memilih untuk merokok.
“Selama ini penjualan atau permintaaan rokok sangat bagus. Apalagi banyak yang tidak keluar karena aktivitas yang dibatasi. Jadi penggunaan vape cukup meningkat. Apalagi Indonesia juga pangsa pasar yang besar dalam penggunaan vape,” jelasnya.
Mengikuti tren peningkatan penggunaan vape, masalah keamanan produk dan penggunaan produk di kalangan remaja menjadi permasalahan tersendiri dari industri. Saat ini RELX telah menggunakan data GPS dalam memilih lokasi untuk penyimpanannya, untuk memastikan lokasinya tidak terlalu dekat dengan sekolah.
“Anak di bawah umur tidak diizinkan memasuki toko RELX, dan kamera pemindai wajah di dalam toko akan mengirimkan peringatan kepada staf toko RELX jika anak di bawah umur memasuki toko. Setiap konsumen yang dicurigai di bawah umur dan tidak dapat menunjukkan identifikasi yang valid akan diminta untuk meninggalkan toko RELX,” tandasnya.
(Siaran Pers)
Comments