Pro Kontra Vape Menurut Para Dokter

By Vapemagz | Lifestyle | Senin, 22 Oktober 2018

Kehadiran vape atau rokok elektrik di masyarakat Indonesia masih menyisakan pro dan kontra. Demikian pula di mata para ahli, masih banyak perdebatan antara sisi positif dan negatif dari vape khususnya dari segi kesehatan.

Dari sisi bahayanya, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dr. Agus Dwi Susanto Sp.P(K), menyatakan vape sama bahayanya dengan rokok konvensional. Pasalnya, masih terdapat beberapa zat-zat karsinogen seperti formaldehyde. Karsinogen dalam hal ini menjadi zat yang cukup berbahaya sebagai penyebab kanker.

“Artinya, kalau dilihat dari kandungan nikotin secara konsentrasinya, mungkin satu hirupan lebih rendah dari rokok tembakau. Kemudian dalam rokok elektrik diakui tidak ada tar,” kata Agus.

Bahan terakhir ini yang dianggap membuat vape kurang berbahaya atau memiliki konsentrasi bahaya yang lebih rendah dari rokok konvensional. Meski demikian, menurut Agus fakta tersebut tidak bisa dijadikan alasan yang tepat untuk menggunakan vape.

“Pernyataan kurang berbahaya menurut WHO tidak tepat. Tidak ada batasan untuk bahan-bahan yang bersifat racun. Artinya, bahan yang mengandung racun lebih sedikit pun tidak bisa dikatakan aman,” katanya.

Di beberapa negara, seperti Inggris, vape juga digunakan alternatif berhenti dari kebiasaan merokok atau nicotine replacement therapy (NRT). Meski demikian, berdasarkan pantauannya, Agus menilai kebanyakan perokok yang beralih justru terus menerus menggunakan vape tersebut. Agus merekomendasikan alternatif NRT lainnya seperti spray, inhaler, dan tablet hisap. Itu pun dengan catatan tidak boleh dilakukan secara terus menerus.

“Kalau kita bicara sebuah modalitas untuk berhenti merokok, maka modalitas tersebut harus diberikan supervisi dokter. Kemudian harus di awasi dan di nilai dalam periode tertentu apakah berhasil atau tidak. Lalu, kalau mereka berhasil berhenti merokok karena vape, mereka harus juga berhenti menggunakan vape,” jelas Agus.

Eva Hambach/AFP/Getty Images
Pro kontra vaping, harus disesuaikan dengan data dan penelitian.

Di sisi lain, terdapat juga penelitian yang menemukan vape relatif lebih aman dari rokok biasa. Dr. drg. Amaliya, MSc., PhD, peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi dari Universitas Padjadjaran menyatakan bahwa risiko bahaya yang ditimbulkan rokok elektrik 95 persen lebih rendah daripada yang ditimbulkan oleh rokok tembakau.

“Kalau kita bandingkan vape dengan rokok, ada lebih dari 400 zat beracun di dalam rokok konvensional. Sementara pada rokok elektrik, memang ada beberapa zat beracun yang ditemukan pada rokok tembakau yang dibakar, seperti formaldehyde, tapi kandungannya sedikit sekali, masih di bawah ambang batas normal,” ujar Amaliya.

Dalam sebuah penelitian pada tahun 2017, Amalia mengkaji perubahan sel yang melapisi permukaan pipi bagian dalam rongga mulut tiga kelompok sampel utama, yakni kelompok perokok aktif, pengguna rokok elektrik dan non perokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perokok memiliki jumlah inti sel kecil (mikronukleus) dalam kategori tinggi, yakni sebanyak 147.1, sedangkan pengguna rokok elektrik dan non perokok masuk dalam kategori normal, yakni berkisar pada angka 70-80.

Menurut penelitian tersebut, banyaknya jumlah inti sel kecil merupakan tanda bahwa telah terjadi pembelahan sel yang tidak normal. Dalam kondisi normal, sel-sel yang terdapat dalam rongga mulut akan terus membelah dan memperbaiki diri. Namun, di rongga mulut perokok aktif, proses pembelahan tersebut menjadi kacau.

Meski bertolak belakang, namun baik Agus maupun Amaliya sepakat bahwa jalan yang terbaik adalah dengan tidak mengonsumsi keduanya. Amaliya tetap menegaskan bagi pengguna vape untuk mengurangi kadar nikotin dalam cairan vape secara bertahap. Bahkan lebih jauh lagi, ia menegaskan akan lebih baik agar para pengguna vape berhenti total.

“Kami khawatir akan kesehatan masyarakat dan apa yang menjadi fenomena di Indonesia. Namun, kita harus lihat juga bahwa vape punya efek jangka panjang. Berhenti dari keduanya adalah jalan yang paling baik,” tutup Amaliya.

Pada akhirnya, perdebatan ini masih bisa dianggap wajar, selama masih menggunakan data-data mengacu penelitian. Vapers diharap bijak dalam menyikapinya, tanpa harus bias karena ketakutan yang tak wajar ataupun isu-isu yang terlalu tendensius.

(Via Kompas.com)

Comments

Comments are closed.