Perokok Berat Bisa Berhenti Jika Mendapat THR

By Vapemagz | Lifestyle | Jumat, 9 November 2018

Kandungan nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok membuat para perokok merasakan ketagihan untuk terus menghisap rokok. Di sisi lain, menghisap rokok juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan lantaran terdapat berbagai kandungan dalam rokok yang bisa menyebabkan penyakit. Banyak perokok berat yang mencoba untuk berhenti namun mengalami kesulitan luar biasa.

Lantas, mungkinkah perokok berat yang kecanduan nikotin bisa berhenti merokok? Menurut Ketua Koalisi Bebas TAR (Kabar) dan Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Dr. drg. Amaliya, MSc. Ph.D perokok berat masih sangat mungkin bisa berhenti untuk merokok. Meski demikian, proses tersebut harus dilakukan secara bertahap.

“Diperlukan metode yang tepat secara bertahap. Karena mengubah perilaku tidak bisa secepatnya,” kata Amaliya dalam Diskusi Publik Produk Tembakau Alternatif dalam Perspektif Kesehatan dan Hukum di UC Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, akhir bulan Oktober lalu.

Metode yang dinilai tepat untuk berhenti merokok adalah melalui pengurangan risiko tembakau atau Tobacco Harm Reduction (THR). Melalui metode ini, perokok bisa beralih ke produk tembakau alternatif yang rendah risiko. Fokus tindakan THR adalah mengurangi atau menghilangkan penggunaan tembakau yang dibakar dan menggantinya dengan produk nikotin lainnya.

Tujuannya adalah untuk meminimalkan dampak buruk penggunaan produk tembakau bagi kesehatan. Pasalnya, membakar rokok konvensional menghasilkan tar yang sebenarnya lebih berbahaya daripada nikotin. “Solusi lewat produk tembakau alternatif ini sudah diterapkan di Inggris sebagai negara maju. Dan jumlah perokoknya turun,” kata Amaliya.

Produk tembakau alternatif itu meliputi Nicotine Replacement Theraphy (NRT) seperti plester nikotin yang ditempelkan di kulit, permen karet nikotin, inhaler yang dihirup lewat hidung, nasal spray yang disemprotkan dalam mulut, juga Lozenge.

Kemudian produk tembakau tanpa asap (SNUS) dan produk tembakau organik yang tidak dibakar, tetapi dipanaskan (heat not burn atau HNB). Produk lainnya adalah Electronics Nicotine Delivery Systems (ENDS), seperti rokok elektrik atau vape.

AAP.org
Electronics Nicotine Delivery Systems (ENDS) seperti rokok elektrik atau vape.

Lembaga penelitian di bawah Kementerian Federal Pangan dan Pertanian Pemerintah Federal Jerman, German Federal Institute for Risk Assessment (BfR) melakukan penelitian independen yang didanai secara mandiri pada 2003. Penelitian itu mengenai potensi berkurangnya risiko kesehatan dari produk tembakau yang dipanaskan daripada yang dibakar.

Hasilnya, tingkat toksisitas atau tingkat sel yang merusak pada produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah ketimbang tembakau yang dibakar. Tingkat toksisitas tembakau yang dipanaskan hanya 1-10 persen, sedangkan tembakau yang dibakar atau rokok konvensional mencapai 80-99 persen.

Metode pemberian THR melalui ENDS ini dinilai lebih efektif untuk menurunkan jumlah perokok. Berdasarkan data Public Health of England (PHE) terjadi penurunan tertinggi jumlah perokok pada 2017 sebanyak 20 ribu orang dari sebelumnya 15,5 persen dari total populasi pada 2016. Hal ini sejalan dengan masuknya penggunaan ENDS sebagai produk alternatif pengganti.

Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ketiga perokok terbanyak setelah Cina dan India. Berdasarkan data Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN, jumlah perokok di Indonesia mencapai 35 persen atau 75 juta jiwa dari total populasi. Riset Kesehatan dasar Kementerian Kesehatan pada 2013 menyatakan DI Yogyakarta masuk 15 besar perokok terbanyak, yaitu 31,6 persen dari total populasi. Posisi teratas diduduki DKI Jakarta.

(Via Tempo)

Comments

Comments are closed.