Penelitian Soal Produk Rendah Risiko Perlu Digencarkan

By Vapemagz | Lifestyle | Senin, 10 Agustus 2020

Para ahli mendorong agar penelitian terkait produk nikotin alternatif seperti rokok elektrik atau vape terus digencarkan. Penelitian dibutuhkan guna memberikan masukan untuk kebijakan dan edukasi bagi masyarakat, khususnya bagi para perokok dewasa agar dapat menemukan alternatif dari rokok konvensional.

Kehadiran produk nikotin alternatif seperti Electronic Nicotine Delivery Systems (ENDS) diharapkan bisa turut menurunkan angka prevalensi merokok. Dalam satu dekade terakhir, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang mengalami peningkatan prevalensi merokok dengan rata-rata 0,3 persen per tahun dari 2005 sampai 2018.

Menurut data prevalensi merokok World Health Organization (WHO), angka prevalensi perokok pria dewasa Indonesia tertinggi di dunia sebesar 76,2 persen. Sementara itu data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi merokok di Indonesia 28,9 persen orang berusia lebih dari 10 tahun, setara dengan sekitar 70 juta perokok.

David Sweanor, Chair of Advisary Board, Centre of Health Law, Policy and Ethics University of Ottawa, David Sweanor menilai bukti ilmiah dan penelitian harus menjadi dasar dalam mengatur produk nikotin alternatif.

“Kita dapat membuat perubahan yang nyata untuk banyak orang dengan cara memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan yang ada,” ujar David dalam diskusi virtual bertajuk “Apa yang Dikatakan Peneliti tentang Alternatif Merokok?”

Istimewa
Chair of Advisary Board, Centre of Health Law, Policy and Ethics University of Ottawa, David Sweanor.

Sweanor mencontohkan di negara-negara seperti Islandia, Norwegia, Swedia dan Jepang, konsumen dapat beralih ke alternatif selain rokok konvensional ketika pilihan tersebut tersedia. Sweanor menambahkan, penelitian yang mendasari setiap informasi tentang ENDS amat penting dilakukan untuk memberikan informasi faktual kepada masyarakat bahwa produk-produk alternatif berpotensi mengurangi risiko yang disebabkan merokok.

“Kita punya kesempatan melalui sejumlah terobosan. Kita punya teknologi, regulasi serta ilmu pengetahuan yang akan membawa perubahan besar ke arah yang lebih baik,” katanya.

Prof Tikki Pangestu, Mantan Direktur Kebijakan Penelitian dan Kooperasi WHO yang juga Profesor di Sekolah Kedokteran Yong Loo Lin, National University of Singapore (NUS) mengatakan, risiko dan bahaya ENDS lebih rendah sekitar 90-95 persen daripada rokok konvensional yang dibakar.

“Vaping itu tembakaunya tidak dibakar. Pembakaran itu yang menyebabkan pelepasan zat-zat beracun yang ada di asap rokok. Vaping itu uap, bukan asap,” jelas Tikki.

Sementara itu, Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Nasional (Kemenristek/BRIN), Ali Ghufron Mukti mengatakan regulasi yang diciptakan perlu berdasarkan kajian dan penelitian yang komprehensif. Sayangnya, saat ini penelitian terkait manfaat produk tembakau alternatif untuk menurunkan angka perokok masih sangat terbatas.

“Penelitian vape di Indonesia ini masih sangat terbatas bahkan hampir tidak ada. Kalau yang soal NRT (nicotine replacement therapy) memang masih ada, tapi terkait ENDS dan vape masih sulit untuk dicari,” ucap Ali.

Diharapkan nantinya dengan adanya penelitian ini dapat menjadi dasar dalam penyusunan regulasi produk tembakau alternatif di Indonesia. Pemerintah sendiri melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product atau HTP).

Comments

Comments are closed.