Peneliti: Produk Tembakau Alternatif Solusi Tekan Prevalensi Merokok

By Vapemagz | Lifestyle | Kamis, 14 Maret 2019

Visiting Professor Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore, Tikki Pangestu menilai keberadaan produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu solusi menekan tingginya tingkat konsumsi (prevalensi) merokok masyarakat dewasa di Indonesia. Hal ini telah terbukti di beberapa negara lain yang telah mengadopsi cara tersebut.

“Produk tembakau alternatif merupakan salah satu cara penting mengatasi masalah perokok di Indonesia. Terutama untuk prevalensi yang sangat tinggi di antara pria Indonesia,” kata Tikki dalam siaran persnya.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 menunjukkan jumlah perokok berusia 15 tahun ke atas di Indonesia mencapai 33,8 persen dari total penduduk dewasa. Dari populasi tersebut, 62,9 persen ialah perokok laki-laki.

Mengacu riset Atlas Tobacco pada 2016, jumlah perokok di Indonesia mencapai hampir 55 juta orang dan berada dalam tren yang terus meningkat. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi ketiga di dunia setelah Cina dan India.

Sementara itu, banyak penelitian ilmiah mengenai peran produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik sebagai solusi untuk menekan jumlah perokok. Penelitian terbaru berjudul “A Randomized Trial of E-Cigarettes versus Nicotine-Replacement Therapy” yang dipublikasikan dalam The New England Journal of Medicine, 30 Januari 2019 menyatakan bahwa penggunaan rokok elektrik hampir dua kali lebih efektif dari penggunaan pengganti nikotin, seperti permen karet, untuk membantu perokok berhenti merokok.

no-tar.org
Produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu solusi menekan tingginya tingkat konsumsi (prevalensi) merokok masyarakat dewasa di Indonesia.

Dalam penelitian tersebut, dari 886 perokok yang melakukan uji coba, 18 persen perokok yang menggunakan rokok elektrik bertahan untuk berhenti merokok selama satu tahun dibandingkan dengan 9,9 persen yang memakai terapi pengganti nikotin. Selain itu, rokok elektrik 95 persen dinilai lebih rendah risiko dibandingkan rokok konvensional

“Keengganan para profesional kesehatan menerima kenyataan ini adalah suatu fenomena yang mengkhawatirkan dan tidak jelas sebabnya. Untuk itu, pemerintah perlu menyusun kerangka kebijakan yang tepat dan sesuai terkait pengaturan produk tembakau alternatif,” kata Tikki.

Menurutnya, pemerintah perlu memisahkan peraturan mengenai rokok elektrik serta produk tembakau alternatif lainnya dengan produk rokok konvensional. Saat ini, produk tembakau alternatif masuk dalam kategori hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) dan dikenakan cukai hingga 57 persen.

Tarif ini hampir sama dengan tarif cukai rata-rata untuk rokok kretek mesin sebesar 54 persen. Padahal, jika produk memiliki risiko lebih rendah, sejatinya tarif cukai produk tembakau alternatif lebih kecil dibandingkan rokok konvensional.

“Pemerintah perlu menelaah kembali melalui penelitian lebih lanjut mengenai produk tembakau alternatif sehingga kebijakan yang disusun dapat lebih komprehensif dan tepat,” ujar Tikki.

(Via Liputan6.com)

Comments

Comments are closed.