Para Peneliti Katakan Tidak Ada Hubungan Konklusif Antara Vaping dan COVID-19

By reiner | Lifestyle | Minggu, 5 April 2020

Dengan semakin merebaknya wabah yang diakibatkan oleh virus corona atau “COVID-19”, semakin banyak pula rumor-rumor yang semakin membuat orang takut. Terlebih lagi, kini penyebaran COVID-19 pun dikaitkan dengan vaping.

Rumor tersebut pertama kali muncul pada sebuah pemberitaan di berbagai media di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa sejumlah remaja yang didapati vaping dirawat di rumah sakit karena terjangkit COVID-19. Lalu media-media tersebut pun langsung mengkaitkannya dengan vaping sebagai salah satu “kontributor” penyebaran COVID-19. Hal ini pun diperkuat dengan berbagai peringatan dari “para ahli medis” yang mengatakan bahwa menghirup uap vaping dari seseorang sama saja dengan “diludahi di wajah” dan dapat menyebarkan “bakteri dan virus pembawa penyakit”.

Namun Dr. Neal Benowitz, seorang peneliti dari University of California San Francisco membantah hal tersebut dan mengatakan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa uap vape dapat membawa bakteri dan virus pembawa penyakit dan menularkannya kepada orang lain. “Aerosol yang dihasilkan oleh vape menguap sangat cepat, sedangkan partikel yang diemisi dari batuk atau bersin merupakan partikel yang cukup besar sehingga dapat bertahan di udara dalam waktu yang cukup lama. Satu-satunya kemungkinan bagi vapers untuk menularkan COVID-19 kepada orang lain adalah ketika mereka batuk saat menghembuskan uap vape,” Benowitz menambahkan.

Hal serupa juga dikatakan oleh Dr. Konstantinos Poulas, Associate Professor of Biochemistry di University of Patras, Yunani. Poulas mengatakan bahwa hubungan antara merokok dan perkembangan kondisi seseorang yang terjangkit COVID-19 menjadi serius masih belum jelas, meskipun kondisi kerentanan yang ada untuk perkembangan ini terkait erat dengan bahaya merokok jangka panjang pada sebagian besar pasien senior. Namun tidak ada bukti bahwa vaping meningkatkan risiko infeksi atau pengembangan penyakit COVID-19 yang serius. Poulas juga mengingatkan bahwa ketika mengevaluasi risiko pada vapers, sebagian besar adalah mantan perokok atau masih perokok. Vapers dengan riwayat merokok yang panjang dapat menunjukkan kondisi yang terlihat pada pasien yang rentan. Namun, itu bukan konsekuensi dari vaping tetapi dari merokok sebelumnya.

(Twitter) Dr Konstantinos Poulas, Associate Profassor di University of Patras, Yunani mengatakan bahwa Namun tidak ada bukti bahwa vaping meningkatkan risiko infeksi atau pengembangan penyakit COVID-19 yang serius.

Poulas juga menambahkan bahwa COVID-19 merupakan penyakit pernapasan sehingga orang yang memiliki riwayat penyakit asma atau penyakit pernapasan lain lebih rentan terhadap komplikasi. Oleh karena itu, menurut Poulas, banyak perokok atau mantan perokok, baik yang telah beralih ke vaping atau berhenti total, memiliki paru-paru yang lemah atau gangguan pernapasan karena kebiasaan merokok mereka atau kebiasaan mereka terdahulu. Walaupun begitu, Poulas setuju dengan kesimpulan Benowitz bahwa tidak ada ada bukti ilmiah yang membuktikan adanya hubungan antara vaping dan COVID-19.

Untuk saat ini, hal yang paling mudah untuk dilakukan untuk mencegah penyebaran dan terjangkit COVID-19, harap lakukan semua tindakan social distancing seperti yang disarankan untuk semua orang, termasuk yang bukan vapers. Hindari kontak fisik dan kedekatan dengan orang lain. Untuk vapers, gunakan perangkat Anda dalam daya yang lebih rendah, hentikan vaping di ruang tertutup publik dan jaga jarak dua meter dari yang lain saat vaping di ruangan terbuka.

(via Times, CASAA, Poulas interview provided by RELX)

Comments

Comments are closed.