Lebih Percaya Penelitian Lokal, PDPI Tegaskan Rokok Elektrik Bukan Alternatif Berhenti Merokok

By Vapemagz | Lifestyle | Jumat, 17 Januari 2020

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Agus Dwi Susanto Sp.P(K), FAPSR, FISR membantah anggapan bahwa rokok elektrik bisa menjadi terapi untuk berhenti merokok.

Agus mengacu pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (Food and Drug Administration atau FDA) Amerika Serikat yang tidak merekomendasikan rokok elektronik untuk terapi berhenti merokok.

“WHO maupun FDA tidak merekomendasikan dengan alasan efektivitas. Rokok elektronik tidak efektif dan tidak memenuhi persyaratan sebagai modalitas berhenti merokok,” kata Agus di Jakarta, Kamis (16/1).

Agus mengatakan untuk digunakan sebagai terapi berhenti merokok ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi rokok elektronik dan sebagian besar diantaranya tidak dapat dipenuhi. Salah satunya adalah rokok elektronik tidak boleh meningkatkan risiko penyakit.

Syarat tersebut tidak terpenuhi karena rokok elektronik terbukti mengandung nikotin, zat-zat karsinogen, dan racun. Agus mengatakan penelitian-penelitian di berbagai negara juga menemukan kandungan zat karsinogen dalam rokok elektronik yang dapat memicu kanker.

“Nikotin menimbulkan dampak kecanduan dan dalam jangka panjang juga dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Kanker muncul tidak dalam jangka pendek, tetapi 15 tahun hingga 20 tahun baru akan terlihat,” kata Agus.

Syarat lainnya adalah penggunaan sebagai terapi berhenti merokok harus melalui pengawasan penuh. Hal itu lagi-lagi tidak dipenuhi rokok elektronik karena penggunanya bisa menggunakan tanpa pengawasan bahkan semaunya.

“Ketika dipakai sebagai modalitas berhenti merokok dan dikatakan berhasil, juga harus memenuhi syarat berhenti dari penggunaan modalitas tersebut. Namun, nyatanya rokok elektronik tetap digunakan, hanya pengalihan dari rokok biasa,” ucapnya.

The Times
Menurut Public Health England, rokok elektrik 95 persen lebih aman ketimbang rokok konvensional.

Sebelumnya, salah satu dasar penelitian yang dianggap membuktikan rokok elektrik sebagai produk yang lebih aman ketimbang rokok konvensional adalah penelitian yang dilakukan oleh Public Health England (PHE) yang menyebut rokok elektrik atau vape 95 persen lebih aman ketimbang rokok.

Hal ini diamini National Health Service (NHS) Inggris yang menyebut rokok elektrik sebagai solusi paling efektif untuk berhenti merokok, ketimbang produk tembakau alternatif pengganti lainnya seperti nikotin patch ataupun metode berhenti total (cold turkey).

Kendati demikian, Agus menolak hasil itu mengacu pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan di Indonesia. Penelitian lokal menemukan bahwa rokok elektronik sama bahayanya dengan rokok biasa.

“Penelitian di Rumah Sakit Persahabatan pada 2018 menemukan kandungan nikotin dalam urine pengguna rokok elektronik dengan rokok biasa tidak berbeda atau hampir sama. Itu baru dalam urine, belum pada darah,” katanya.

Selain itu, penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga terhadap binatang percobaan yang dipaparkan asap rokok biasa dan uap rokok elektronik juga menemukan tidak ada perbedaan dampak terhadap binatang percobaan yang dipapari kedua produk tersebut.

(Via Antara)

Comments

Comments are closed.