Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menolak anggapan bahwa rokok elektrik lebih aman ketimbang rokok konvensional. Menurutnya, baik rokok elektrik maupun rokok konvensional memiliki dampak kesehatan yang sama.
“Rokok elektronik dianggap lebih aman, daripada rokok konvensional. Padahal, dampaknya sami mawon alias sama saja dengan rokok konvensional,” tulis Tulus dalam kolomnya di Koran Sindo, Selasa (25/8/2020).
“Bahkan pada batas tertentu rokok elektronik lebih berbahaya, banyak kasus membuktikan hal itu. Seperti bisa meledak saat di mulut atau di kantong celana, sehingga gigi dan mulutnya rontok, dan atau kakinya harus diamputasi,” tambahnya.
Tulus mengungkap prevalensi merokok pada anak di Indonesia mengalami peningkatan signifikan, dari 7,2 persen pada 2013 pada 2018 meningkat lebih tajam menjadi 9,1 persen. Hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019 sebesar 5,4 persen. Angka ini juga melewati pagu pada RPJMN 2024 yaitu 8,7 persen.
Belum selesai masalah dengan rokok konvensional, Tulus mengatakan saat ini Indonesia sudah mendapat masalah baru dengan meningkatnya fenomena perokok elektronik, khususnya di kalangan remaja. Berdasarkan Risekt Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi merokok elektronik (electronic cigarrete) meningkat pesat, yaitu pada 2016 hanya 1,2 persen menjadi 10,9 persen pada 2018 (Riskesdas 2018).
“Beban pemerintah dan masyarakat jadi berganda, belum beres mengurusi rokok konvensional sekarang digempur dengan rokok elektronik. Di banyak negara, seperti di Malaysia dan Singapura, rokok elektronik adalah dilarang, ilegal,” ucap Tulus.
(Via Sindonews)
Comments