KABAR Minta WHO Lebih Transparan Terkait Hasil Kajian Rokok Elektrik

By Vapemagz | Lifestyle | Minggu, 15 Maret 2020

Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR), Ariyo Bimmo berharap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih transparan soal kajian ilmiah yang dilakukan terhadap rokok elektrik. Menurut Bimmo sejauh ini WHO terkesan mempertahankan pendapat negatifnya tanpa mempertimbangkan berbagai hasil kajian ilmiah yang komprehensif.

“Sebagai lembaga kesehatan dunia yang menjadi acuan bagi setiap negara dalam membuat regulasi, WHO seharusnya menginformasikan perubahan pandangan mereka mengenai rokok elektrik secara transparan agar semua pihak mendapatkan informasi yang akurat,” kata Bimmo dalam keterangan tertulisnya.

Pada 20 Januari lalu WHO mempublikasikan tanya jawab tentang rokok elektrik di situs resmi dan dikirim kepada para jurnalis. Pernyataan WHO mengenai rokok elektrik di tanya jawab tersebut dinilai kurang akurat karena tidak mempertimbangkan berbagai hasil kajian ilmiah yang sudah teruji.

Lembaga internasional di bawah PBB itu menilai rokok elektrik adalah penyebab utama dari kasus kesehatan yang merebak di Amerika Serikat atau yang dikenal dengan EVALI (E-cigarette or Vaping Product Use Associated Lung Injury). Selain itu rokok elektrik juga dianggap sama berbahayanya dengan rokok konvensional bagi kesehatan.

WHO lalu memperhalus pernyataan mereka terhadap rokok elektrik pada 29 Januari lalu. WHO mengubah bahwa penyebab utama dari kasus kesehatan di Amerika Serikat adalah karena adanya penyalahgunaan rokok elektrik dengan mencampurkan cairan Tetrahidrokanabinol (THC) dan Vitamin E Asetat. Meski demikian WHO masih mempertahankan agar pendekatan terbaik bagi perokok adalah dengan tidak menggunakan rokok elektrik maupun rokok.

AFP
WHO diharapkan bisa lebih transparan terkait kajian rokok elektrik.

Direktur Unit Penelitian Ketergantungan Tembakau di Queen Mary University of London, Peter Hajek mengatakan bahwa pernyataan WHO tidak tepat. “Sikap anti terhadap rokok elektrik ini dapat merusak reputasi WHO,” katanya. Hajek merupakan salah satu peneliti kajian ilmiah di tahun 2019 yang menunjukkan bahwa rokok elektrik lebih efektif dalam membantu perokok untuk berhenti merokok daripada terapi pengganti nikotin lainnya.

Bimmo menambahkan WHO perlu menyadari bahwa para pakar kesehatan dan peneliti dari berbagai negara yang fokus dalam meriset rokok elektrik memantau perkembangan dari isu ini. Dengan tidak bersifat transparan terhadap revisi tanya jawab terbaru maka WHO dapat menciptakan pemahaman yang keliru di publik mengenai rokok elektrik.

Padahal sejumlah kajian ilmiah menunjukkan bahwa kadar zat kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya pada produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik jauh lebih rendah daripada rokok. Hasil penelitian dari Public Health England (PHE) menyimpulkan bahwa rokok elektrik memiliki risiko kesehatan lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok. Dengan demikian penggunaan rokok elektrik dapat mengurangi risiko kesehatan bagi pengguna dibandingkan dengan terus merokok.

“Isu rokok elektrik dalam beberapa tahun terakhir ini memang menjadi perdebatan secara global termasuk di Indonesia. Namun alangkah bijak jika WHO sebagai organisasi kesehatan dunia dapat menyampaikan pernyataan tentang rokok elektrik yang berimbang dan berdasarkan hasil kajian ilmiah,” tutup Bimmo.

Comments

Comments are closed.