KABAR: Bahaya Rokok Elektrik Hanya 5 Persen

By Vapemagz | Lifestyle | Rabu, 10 April 2019

Jumlah masyarakat Indonesia yang tergolong sebagai perokok aktif sampai saat ini masih tinggi. Oleh generasi milenial, rokok bukan hanya dikonsumsi oleh para pria melainkan juga wanita dan juga telah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang. Kegiatan merokok kerap dilakukan di berbagai tempat sambil bersantai dan berbincang.

Akhir-akhir ini, tren menggunakan rokok elektrik atau vape memang semakin marak. Hal ini disebabkan karena penggunaan vape yang dinilai lebih aman karena tidak meninggalkan zat sisa pembakaran yang biasa disebut dengan tar. Meski cara menggunakan vape dan rokok konvensional hampir serupa, terdapat perbedaan yang signifikan diantara tingkat bahaya kedua rokok tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR) Dr. drg. Amaliya, M.Sc, PhD.

“Vape sangat berbeda dengan rokok konvensional. Terutama bagi lingkungan hidup dan bagi kesehatan sang pengguna. Asap hasil pembakaran rokok adalah tar dan nikotin sementara vape tidak ada tar sama sekali. Semua yang dibakar pasti akan menghasilkan tar. Sementara vape adalah likuid yang dipanaskan dan menghasilkan uap,” kata Amaliya, dalam acara peluncuran Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok (Gebrak), di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/4/2019).

Dokter Amaliya menegaskan menurut hasil riset yang dilakukan Public Health England (PHE), vape 95 persen lebih aman dibandingkan seseorang yang merokok secara konvensional. Adapun PHE ini adalah lembaga independen dibawah Kementerian Kesehatan Inggris dan didukung oleh Perdana Menteri Inggris.

“Jadi bahayanya masih ada 5 persen. Tetapi bahayanya tidak sebanyak rokok biasa sehingga bisa dimasukkan dalam strategi harm reduction,” kata dokter yang juga tergabung dalam Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) tersebut.

okezone.com
Acara peluncuran Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok (Gebrak), di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/4/2019).

Menurut Amaliya, 5 persen bahaya dari rokok elektrik kebanyakan berasal dari proylene glycol, perasa, dan vegetable glycerin. Zat-zat ini pabila dimasukkan ke dalam tubuh bisa berpengaruh pada kesehatan. Salah satunya iritasi tenggorokan atau agak gatal (throat hit), serta sariawan. Selain itu, rokok elektrik juga mengandung nikotin yang biasanya menyedak di tenggorokan.

“Meskipun begitu, biasanya setelah tujuh bulan setelah penggunaan vape, gejala-gejala tersebut mulai berkurang. Likuid vape yang terdiri dari air perasa dan nikotin dan lebih aman dari rokok konvensional yang menghasilkan 400 zat berbahaya dan memicu kanker. Rokok yang dibakar menyebabkan kematian sel, sementara vape 95 persen lebih aman dari kematian sel,” tutupnya.

Masih dalam acara yang sama, Dr. Mariatul Fadilah, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI) mengatakan nikotin yang terkandung dalam vape bisa menimbulkan ketagihan. Nikotin sendiri bukan zat berbahaya, namun bisa berdampak buruk bagi kesehatan apabila berlebihan, khususnya secara psikologis karena adiksi.

“Kerusakan yang masuk ke susunan saraf pusat berupa adiksi seperti sakau. Jadi gejala kerusakan tergantung dari organ yang rusak. Untuk pengobatannya harus dari dua hal. Kalau terkena jantung ya jantungnya diobati, nikotinnya juga harus di-setop. Kalau kena psikologis, psikologisnya diobati, nikotinnya juga,” kata Mariatul.

(Via Liputan6.com)

Comments

Comments are closed.