Studi oleh Dr. Nina Sanford didasarkan pada data dari Centers for Disease Control (CDC) dan National Health Interview Survey (NHIS), yang mencakup lebih dari 13.000 pasien kanker dari 2014 hingga 2017. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal JAMA Oncology pada akhir bulan Februari lalu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara orang-orang dengan diagnosis kanker, vaping meningkat dari 8,5 persen pada tahun 2014 menjadi 10,7 persen pada tahun 2017. Data yang dikumpulkan juga menunjukkan bahwa penggunaan rokok elektrik sangat tinggi di antara pasien kanker muda (di bawah usia 50 tahun), dengan 23 persen pasien kanker yang berusia di bawah 50 tahun melaporkan menggunakan rokok elektrik pada tahun 2014, dibandingkan dengan 27 persen pada tahun 2017.
“Sayangnya, penulis studi tampaknya berpikir bahwa peningkatan vaping ini adalah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. “Peningkatan bertahap tetapi stabil ini cukup mengejutkan. Tingginya prevalensi penggunaan rokok elektrik di antara pasien kanker yang lebih muda dan penderita merupakan perhatian utama,” kata Dr. Sanford, asisten profesor bidang radiasi onkologi dan dokter spesialisasi kanker saluran pencernaan.
Sementara itu banyak penelitian telah menunjukkan keamanan relatif dari rokok elektrik dan efektivitasnya sebagai pengurangan dampak buruk dan alat berhenti merokok. Sebuah studi pada tahun 2017 yang diterbitkan pada BMJ Tobacco Control secara khusus menyarankan bahwa risiko kanker akibat vaping secara signifikan lebih rendah daripada merokok.
(Via News Medical)
Comments