Harus Ada Organisasi Independen untuk Menilai Bukti-Bukti Ilmiah Terkait Vape

Lifestyle | Selasa, 3 Desember 2019

Permasalahan angka perokok di Indonesia yang sudah mencapai 65 juta jiwa bukanlah perkara sembarangan. Di tengah permasalahan, berkembang konsep pengurangan risiko (harm reduction) yang menawarkan kepada perokok dewasa pilihan untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko melalui produk tembakau alternatif.

Namun, sejumlah pejabat di Kementerian Kesehatan berupaya melarang penggunaan produk tembakau alternatif dengan mendorong revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Ditambah lagi, Kementerian Keuangan sedang merencanakan kenaikan tarif Harga Jual Eceran (HJE) Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

Dengan kondisi tersebut, 21 pemerhati kesehatan masyarakat memberikan lima rekomendasi kepada pemerintah agar mulai mendorong konsep pengurangan risiko. Rekomendasi tersebut sudah disampaikan secara tertulis kepada Presiden Joko Widodo agar mempertimbangkan konsep ini.

Dalam kegiatan konferensi pers yang dilakukan di Tjikini Lima Restaurant & Cafe, Senin (2/12), mantan Direktur Research Policy and Cooperation, World Health Organization (WHO), Profesor Tikki Elka Pangestu mendorong pemerintah Indonesia segera mengambil sikap. Pro kontra vape yang terjadi bila dibiarkan berlama-lama hanya akan menimbulkan keresahan membuat bingung masyarakat.

“Menurut saya kita harus betul-betul mengadakan suatu pertemuan katakan musyawarah berusaha mencari titik temu. Ini memang susah karena dialognya ini katakan udah susah sekali,” kata Profesor Tikki Elka Pangestu.

 

Ilustrasi Penelitian

“Mungkin perlu satu organisasi netral untuk melihat bukti-bukti ilmiah yang menyokong, apakah lebih kuat dari mereka yang anti sigaret elektronik?. Tunjuk satu organisasi independen untuk betul-betul secara objektif melihat bagaimana bukti ilmiahnya,“ tambahnya.

Menurut Prof Tikki, universitas hingga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bisa menjadi contoh beberapa organisasi yang bisa ditunjuk oleh pemerintah untuk meneliti dampak baik-buruk vape.

“Paling penting harus independen, tidak mengambil posisi menentang ataupun mendukung. Cari yang netral, dihormati, pendapatnya akan diterima oleh semua pihak,” ucap Prof Tikki.

Sebelumnya, Visiting Professor of Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore itu juga menjadi pembicara dalam Royal Society London, e-Cigarette Summit 2019 pertengahan November lalu. Saat itu, Tikki menekankan bahwa para ilmuwan harus menghindari keangkuhan.

Alih-alih berkhotbah dari tempat tinggi moral, para ilmuwan harus berusaha untuk mencapai konsensus dan menghindari memihak. Mereka perlu berkomunikasi dengan statistik yang lebih sedikit, dan dengan lebih banyak kehangatan, empati, dan cerita. Mereka perlu bekerja dengan pemerintah yang simpatik untuk memengaruhi dan mengubah posisi dan sikap WHO tentang pengurangan dampak buruk tembakau.

(Via Detik Health)

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *