Maraknya pemberitaan negatif tentang vape dan pelarangan rokok elektrik di sejumlah negara membuat Kepala Action on Smoking and Health (ASH) Inggris, Deborah Arnott khawatir akan menimbulkan potensi kembali tingginya angka perokok konvensional. Hal ini disampaikan Arnott dalam e-Cigarette Summit 2019, Kamis (14/11/2019). VapeMagz Indonesia sendiri turut mengikuti kegiatan yang dilaksanakan di Royal Society, London itu.
“Penyakit akibat vaping di AS (Amerika Serikat) jelas memprihatinkan. Tetapi tampaknya terkait dengan penyalahgunaan rokok elektrik dengan menggunakan obat terlarang. Tidak ada yang seperti ini yang terlihat di Inggris sampai saat ini,” jelas Arnott.
Sementara itu, peneliti senior dari Indonesia yang menjadi pembicara pertama dalam e-Cigarette Summit 2019 di London, Tikki Elka Pangestu menyatakan, vaping adalah cara relatif baru yang terbukti secara ilmiah jauh kurang bahayanya dari rokok yang dibakar dan bukti lain bisa membantu mereka yang mau berhenti merokok.
“Saya sebagai peneliti melihat bukti yang kuat dari Amerika, dari Inggris, dari berbagai negara lain bahwa vaping 95 persen lebih kurang bahayanya dari rokok yang dibakar dan bisa membantu mereka yang mau berhenti merokok. Kalau buktinya sudah kuat kenapa produk ini tidak diberikan kepada mereka yang mau berhenti merokok?” ujar Profesor Tamu di Lee Kuan Yew of Public Policy, National University of Singapore ini.
Sebagai ilmuan, ia mengaku telah memberikan bukti ilmiah yang begitu kuat terkait keamanan vaping kepada para pemangku kepentingan di Indonesia. Namun, upayanya itu tidak mendapat respons positif.
“Segala apa yang bisa membantu menurunkan bahaya rokok itu sepatutnya harus dipertimbangkan. Tapi sayangnya sekarang ini di Indonesia iklimnya masih agak anti. Saya sudah berusaha mendidik mereka yang anti, Kemenkes, BPOM, Komnas Pengendalian Tembakau, mereka selalu bilang kami tak yakin vaping ini tak ada bahayanya jadi kami tidak mau ambil risiko, dilarang saja,” ungkap Tikki.
Menurut laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) yang berjudul The Tobacco Control Atlas – Asean Region, 65,19 juta orang Indonesia adalah perokok. Jumlah yang setara 34 persen dari total penduduk pada 2016 itu, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asia Tenggara.
Comments