Dokter Bedah Jantung di Kanada Sebut Vape Lebih Aman Ketimbang Rokok

By Vapemagz | Lifestyle | Selasa, 10 Desember 2019

Jauh sebelum keberadaan rokok elektrik di dunia menjadi sebuah tren yang berujung polemik, seorang dokter bedah jantung dari Trillium Health Centre, Kanada, Dr. Gopal Bhatnagar sudah meminta agar persoalan rokok elektrik diregulasi dengan benar. Dr. Gopal Bhatnagar sendiri meyakini bahwa rokok elektrik memang lebih aman ketimbang rokok konvensional.

“Anda memiliki pasar di seluruh dunia yang tersedia sebesar US$780 miliar dari perokok yang membeli barang-barang yang membuat mereka kecanduan dan dapat membahayakan mereka. Anda memiliki produk alternatif yang dari sudut pandang saya lebih aman, yakni vape,” kata Dr. Bhatnagar dalam wawancara dengan CBC pada 2015 lalu.

Dr. Bhatnagar sendiri turut serta dalam membidani terbentuknya 180 Smoke Vape Store, bersama Boris Giller dan Ashutosh Jha, perusahaan rokok elektrik yang berbasis di Ontario, Kanada. Mereka turut menjual likuid buatan mereka sendiri. Pada tahun 2016 lalu, perusahaan yang kini memiliki 30 toko di seluruh Kanada itu telah mendorong sekitar 25.000 perokok beralih ke vaping.

“Pejabat kesehatan masyarakat, pemerintah, dan vapers memang memiliki pandangannya masing-masing terkait keamanan vape. Namun kita semua benar-benar tertarik pada hal yang sama yakni mengurangi bahaya tembakau di masyarakat,” ujar Dr. Bhatnagar.

“Saya ingin melihat industri diatur dari perspektif standar manufaktur. Seharusnya Anda tidak menyediakan barang ini di garasi dan menjualnya dari mobil van milik Anda,” tambah Dr. Bhatnagar.

CBC
Dr. Gopal Bhatnagar dari Trillium Health Centre, Kanada.

Empat tahun berselang, apa yang dikhawatirkan Dr. Bhatnagar ternyata terbukti benar. Dikala pejabat kesehatan lebih banyak berdebat tentang keamanan vape, kurangnya regulasi khususnya dalam hal manufaktur produk membuat banyak produk-produk ilegal, seperti yang dicampur dengan bahan ganja THC maupun CBD beredar dan meresahkan masyarakat.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC) Amerika Serikat pada 6 Desember 2019 mengumumkan bahwa dari 1.782 pasien penyakit paru-paru terkait penggunaan vape (e-cigarette, or vaping, product use associated lung injury atau EVALI), sebanyak 80 persen pasien mengaku telah menggunakan produk THC. Sebanyak 12 persen mengatakan mereka menggunakan likuid mengandung CBD, senyawa ganja lainnya.

Menurut penelitian CDC terbaru, vitamin E asetat juga menjadi salah satu bahan kimia yang kerap dicampur di likuid vape, dan ditemukan pada hampir semua pasien yang menderita vaping terkait cedera paru-paru. Vitamin E asetat biasaya ditemui dalam produk THC.

Kini, Dr. Bhatnagar turut berkomentar terkait rencana pemerintah AS dan beberapa negara lainnya untuk melarang peredaran vape, khususnya produk-produk beraroma. Dr. Bhatnagar menekankan bahwa pembatasan vaping adalah langkah regresif bagi masyarakat, dan mengkritisi peran media karena yang tidak secara jelas mengidentifikasi perbedaan antara vaping likuid nikotin dan THC, yang telah memengaruhi kebijakan dan regulasi.

“Larangan likuid rasa akan merugikan 87 persen vaper yang tidak suka produk vape tembakau atau likuid tanpa rasa, menurut penelitian terbaru oleh 180Smoke. Ini dapat mencegah orang untuk beralih ke vaping, sebagai sistem pengiriman nikotin alternatif pengganti,” ucap Dr. Bhatnagar seperti dikutip dari PRWeb.

(Via CBC, PRWeb)

Comments

Comments are closed.