Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyatakan pihaknya secara masif telah mengembangkan teknologi untuk industri vaporizer di tanah air. Sekretaris Umum APVI, Garindra Kartasasmita menyebut kendalanya adalah ekosistem aturan yang ada saat ini belum optimal dalam mendukung perkembangan produk tembakau alternatif dalam negeri.
Garindra mengungkapkan saat ini ribuan pengusaha rokok elektrik yang menjadi anggotanya masih termasuk dalam skala UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) mulai menjajaki teknologi ekstraksi nikotin dari sumber daya lokal. Sayangnya, teknologi tersebut masih diadopsi dari penelitian dari luar negeri karena Indonesia masih minim kajian ilmiah terkait hal ini.
Padahal dengan sumber daya yang tersedia di dalam negeri, pengembangan teknologi yang diusung UMKM ini dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian dalam negeri berupa serapan tenaga kerja hingga pungutan cukai.
“Kami berharap ada langkah konkret berupa kebijakan dari pemerintah memberikan dukungan seluas-luasnya kepada pelaku industri dalam bentuk regulasi khusus untuk menstimulus pelaku industri dalam berinovasi dan mengembangkan teknologi,” kata Garindra dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/9/2020).
Sementara itu, Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMINDO), Ikhsan Ingratubun mengatakan pelaku usaha di Indonesia sebetulnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan produk teknologi tinggi. Namun, masih diperlukan dukungan pemerintah dalam sejumlah hal.
Pertama mengenai jaminan ketersediaan pasar. Kedua, dukungan anggaran pada proses pengembangan produk. Dukungan pemerintah berupa insentif, diperlukan untuk membuat pelaku usaha menghasilkan produk yang berkualitas dan kompetitif. “Alokasi anggaran dan insentif ini penting untuk menggairahkan pelaku usaha dalam product development,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Widjaja Kamdani juga mendukung industri nasional berbasis teknologi. Sebab menurut Shinta, pada masa depan industri harus memiliki nilai tambah yang baik agar bisa bertahan di pasar. “Nilai tambah terbesar ada pada industri berbasis riset, inovasi, dan teknologi yang dikomersialkan sesuai kebutuhan pasar,” tuturnya.
Menurutnya, jika Indonesia ingin menjadi negara maju dalam 20 tahun ke depan, mendorong realisasi investasi di industri berbasis riset dan teknologi sangat penting untuk dimulai dari sekarang. Meski demikian, ada banyak kendala yang perlu diselesaikan untuk mengembangkan industri berbasis riset dan teknologi (ristek) di Indonesia.
Kendala tersebut mulai dari kendala SDM (sumber daya manusia), keterbatasan modal dan tidak adanya industrial environment yang cukup kondusif untuk pengembangan industri berbasis riset dan teknologi. Shinta menyebut prioritas utama yang harus dikerjakan pemerintah saat ini adalah membenahi ekosistem industri agar perusahaan-perusahaan berbasis riset dan teknologi bisa mulai tumbuh di Indonesia.
Hal itu berjalan beriringan dengan perbaikan kualitas SDM dan infrastruktur pendukung lainnya. Selain itu, insentif untuk investasi di bidang riset dan teknologi yang saat ini ada masih belum cukup menarik bagi investor. “Sebagai contoh, UMKM yang mengembangkan produk berbasis teknologi adalah industri produk tembakau alternatif,” ucapnya.
(Via ANTARA)
Comments