Banyak yang mengatakan bahwa karena uap vape yang “berlebih” memiliki risiko paparan karsinogen yang lebih besar dibandingkan asap dari rokok konvensional. Tentu saja hal ini tidak benar.
Di masa awal vape sedang merambah, banyak ahli kesehatan yang menganjurkan para perokok yang ingin berhenti merokok agar menggunakan “terapi pengganti nikotin” atau nicotine replacement therapy (NRT) konvensional seperti koyo nikotin, permen karet atau permen nikotin.
Namun faktanya jutaan perokok di seluruh dunia sudah mencoba NRT yang ditawarkan di pasar dan menemukan bahwa efektivitas produk-produk tersebut masih kurang baik.
Ketika Dr. Maciej L. Goniewicz dari Roswell Park Comprehensive Cancer Center di New York merilis sebuah penelitian yang berfokus pada toksisitas yang sebanding dari NRT konvensional dan vaping, dunia terkejut mengetahui bahwa uap yang dihasilkan oleh rokok elektronik mengurangi paparan pengguna terhadap kanker dan justru menyebabkan patogen sebanyak 95 persen.
Riset yang berjudul “Exposure to Nicotine and Selected Toxicants in Cigarette Smokers Who Switched to Electronic Cigarettes: A Longitudinal Within-Subjects Observational Study” yang diterbitkan melalui Oxford Academic Nicotine and Tobacco Research ini juga mengungkap bahwa ketahanan tubuh seorang mantan perokok yang beralih ke vape akan lebih meningkat secara perlahan.
Bagi para perokok penderita asma, tampaknya mereka sudah tidak punya pilihan. Mereka akan terus merokok dengan mengetahui risiko bahwa merokok akan memperpendek umur mereka pada setiap isapannya.
Mereka juga dapat memilih berhenti merokok melalui metode cold-turkey atau menggunakan NRT yang kurang efektif namun justru menambah stress dan tidak akan mengurangi gejala asma mereka secara signifikan. Atau mereka dapat beralih ke vaping yang 95 persen lebih kurang berbahaya dibandingkan rokok konvensional.
Sebuah penelitian di tahun 2014 yang diterbitkan oleh Dr. Ricardo Polosa dari Institute of Internal Medicine and Clinical Immunology di University of Catania, Italia menunjukkan bahwa beralih ke vaping dapat mengembalikkan kerusakan paru-paru pada penderita asma sekaligus juga mengurangi frekuensi serangan terkait asma.
Studi berjudul “Effect of Smoking Abstinence and Reduction in Asthmatic Smokers Switching to Electronic Cigarettes: Evidence for Harm Reversal” ini memberikan bukti bahwa vaping secara perlahan memperbaiki paru-paru yang rusak akibat merokok. Sel-sel paru-paru yang rusak secara perlahan memperbaiki diri karena paparan toksin ke paru-paru hampir tidak ada, terutama yang dapat mengakibatkan cedera pada sel paru-paru.
Tentu saja hasil penelitian dari Public Health England (PHE) tidak bisa diabaikan. Klaim bahwa vape 95 persen lebih kurang berbahaya dibandingkan rokok konvensional adalah berdasarkan penelitian dari para pakar internasional. Para peneliti tersebut meneliti 12 produk bernikotin berbeda dengan tingkatan bahaya terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.
Berdasarkan penelitian tersebut, PHE menyimpulkan bahwa bahaya dari vape berada dibawah penunjuk angka 10 persen, lebih tepatnya 5 persen. Maka dari itu, berdasarkan hasil penelitian tersebut yang hingga saat ini masih terpampang di halaman terdepan situs PHE, disimpulkan bahwa vape 95 persen lebih kurang berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional.
Memang hingga saat ini, bahkan di saat industri produk vaping sudah sangat berkembang, masih banyak sekali orang yang skeptis terhadap vape. Tapi sebagai vapers, adalah tugas kita untuk mengedukasi mereka. Tentunya dengan fakta dan studi ilmiah yang dapat dipercaya kredibilitasnya. Dengan memberikan fakta dan data dari keempat penelitian yang telah disebutkan, bisa dikatakan tingkat keberhasilan vapers untuk membungkam para haters adalah 95 persen.
Teks: Reiner Rachmat Ntoma Editor: Thomas Rizal
Comments