Beberapa negara telah mengakui peran produk tembakau alternatif sebagai produk “harm reduction” atau pengurangan bahaya. Hal ini seiring banyaknya penelitian yang menemukan produk-produk alternatif seperti rokok elektrik lebih aman dari produk tembakau yang dibakar seperti rokok dan cerutu.
Penelitian dari Public Health of England (PHE) menemukan bahwa rokok elektrik atau vape 95 persen lebih aman dari rokok konvensional. Bahkan National Health Service (NHS) di Inggris juga mengkampanyekan rokok elektrik sebagai alternatif terapi untuk berhenti merokok.
Temuan ini kemudian didukung oleh penelitian oleh New England Journal of Medicine yang dipublikasikan bulan Januari lalu. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan rokok elektrik hampir dua kali lebih efektif dalam membantu perokok berhenti dibandingkan dengan produk-produk lain seperti patch atau permen karet nikotin.
Hanya saja, hasil riset positif ini kerap tertutupi oleh stigma negatif yang terbangun terhadap produk rokok elektrik. Kesalahpahaman ini menjadi tantangan yang menghambat secara signifikan dan pada akhirnya para perokok untuk beralih ke produk yang relatif lebih aman.
“Masih banyak yang berpikiran bahwa alternatif yang ditawarkan disini sama bahayanya dengan rokok tembakau. Meskipun sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa rokok elektrik dapat membantu perokok berhenti, mereka menolak untuk mempercayai hal tersebut,” kata Pembina Asosiasi Vaper Indonesia (AVI), Dimasz Jeremia.

Marisa Djemat
Pembina Asosiasi Vaper Indonesia (AVI), Dimasz Jeremia.
Konsep harm reduction sendiri pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi risiko yang berkaitan dengan suatu kebiasaan. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari konsumsi rokok tembakau bagi kesehatan, dengan tujuan jangka panjang untuk membantu perokok keluar dari kebiasaannya.
Konsep ini ditujukan untuk perokok yang mengalami kesulitan untuk berhenti dan dirancang untuk menawarkan perokok alternatif yang dapat memberikan pengalaman serupa dengan merokok. Hal ini demi membantu mereka melalui proses transisi hingga berhenti secara total.
“Bahaya yang dihasilkan oleh rokok datang dari tembakau yang dibakar, di mana tembakau yang dibakar melepaskan ribuan zat kimia yang 80 persen di antaranya merupakan zat karsinogenik. Sementara itu, nikotin yang terkandung dalam sebatang rokok bersifat adiktif dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia mengandung zat karsinogenik yang berbahaya bagi kesehatan,” kata Dimasz.
Menurutnya, perlu ada pemisahan antara zat berbahaya dari pembakaran tembakau denganĀ nikotin yang dianggap bisa mengakibatkan efek kecanduan. Dari pemisahan kedua zat tersebut, perokok akhirnya dapat mencari cara alternatif yang dapat lebih efektif untuk mengurangi risiko berbahaya merokok konvensional.
(Via Antaranews)
Comments