Ahli Kesehatan Jelaskan Mengapa Nikotin Bisa Menyebabkan Perokok Kecanduan

By Vapemagz | Lifestyle | Rabu, 7 November 2018

Para perokok yang berusaha untuk berhenti merokok tentu merasakan betapa sulitnya untuk berhenti menghisap rokok. Banyak ahli menyatakan hal ini disebabkan karena mereka telah kecanduan nikotin, salah satu zat yang terkandung dalam rokok. Secara ilmiah, nikotin merupakan salah satu zat adiktif, zat yang memang menyebabkan kecanduan bagi para penggunanya.

Dewan Penasehat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Jawa Barat, Dr. Ardini Raksanagara, dr., MPH menjelaskan, mengapa nikotin bisa menyebabkan kecanduan. “Nikotin merangsang produksi dopamine. Dopamine itu hormon yang menimbulkan sensasi kenikmatan,” kata Ardini.

Efek kerja nikotin berlangsung pada 10 detik pertama setelah merokok. Nikotin masuk menuju pusat saraf otak yang merangsang kemunculan hormon dopamine. Efek kenikmatan yang membuat kecanduan itu muncul 15 menit sesudahnya. Tak heran apabila para perokok terus menerus ingin merokok lagi pada menit selanjutnya.

Menurut penelitian, para perokok berat biasanya menghabiskan dua bungkus rokok dalam sehari. Secara matematis, apabila sebungkus rokok berisi 16 batang dan satu batang rokok mengandung satu milligram nikotin, maka perokok berat rata-rata mengkonsumsi 32 miligram nikotin dalam sehari.

Sementara itu, Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Dr. drg. Amaliya, MSc. Ph.D menjelaskan bahwa apabila perokok berat diminta langsung berhenti merokok akan memunculkan ekspresi gampang marah, tidak fokus, tidak bisa menghasilkan ide cemerlang, tidak kreatif. Hal ini seperti efek yang dialami para pecandu narkotika yang tidak menggunakan obat-obatan terlarang tersebut.

“Mereka mengeluh tidak fokus bekerja, sulit memunculkan ide baru untuk pekerjaannya,” kata Amaliya. Berbagai metode untuk membuat perokok berat berhenti merokok sering kali sulit dijalankan. Para perokok biasanya hanya bisa berhenti merokok sementara, kemudian kembali merokok.

KRJogja.com
Dr. drg. Amaliya dan Dr Ardini dalam Diskusi Publik Produk Tembakau Alternatif dalam Perspektif Kesehatan dan Hukum di UC Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu, 31 Oktober 2018.

Secara garis besar ada dua metode untuk berhenti merokok atau yang biasa disebut smoking cessation. Pertama, metode non-farmakologi, yakni metode tanpa obat-obatan seperti konseling, terapi perilaku, juga niat berhenti merokok dari perokok sendiri atau cold turkey.

Metode yang kedua adalah metode farmakologi alias menggunakan obat-obatan meliputi Nicotine Replacement Therapy (NRT), pemberian obat Varenicline, Bupropin, maupun penggunaan Electronics Nicotine Delivery Systems (ENDS). Produk NRT bisa dalam bentuk permen karet, plester yang ditempel pada kulit, inhaler, ataupun semprotan pada rongga mulut.

Adapun salah satu jenis produk ENDS adalah yang saat ini sering ditemui yakni rokok elektrik atau vape. Alternatif terakhir ini saat ini menjadi produk yang paling banyak ditemukan dan dijual di Indonesia. Sementara itu, beberapa produk NRT yang dulu pernah disediakan di apotik kini justru sulit ditemukan bahkan menghilang, lantaran banyak dokter tidak meresepkannya kembali.

“Banyak dokter yang tidak mengetahui produk tersebut. Selain itu, menurut penelitian, efektifitas beberapa produk NRT untuk membantu perokok berhenti dinilai kurang efektif,” kata Amaliya.

Lain halnya dengan produk NRT, vape dinilai lebih efektif untuk berhenti merokok. Beberapa perokok telah berhasil berhenti merokok dan beralih ke vaping. Public Health of England (PHE) menilai bahwa rokok elektrik adalah alternatif terbaik untuk berhenti merokok. Selain dinilai lebih aman ketimbang rokok konvensional, rokok elektrik juga efektif untuk membantu perokok berhenti secara total.

(Via Tempo)

Comments

Comments are closed.